Tuesday 8 July 2014

Sadisnya Wimbledon dan World Cup 2014


Mooooooo Chreach...!!!
Luka akibat kekalahan Nadal di Wimbledon akibat pemuda 19 tahun masih belum sembuh meskipun sudah mulai kering. Ini jeleknya olahraga, bukan sohib, bukan sanak saudara, tapi efek empati yang dihasilkan sangat luar biasa. Sadis! itulah hal terpikir saat mengetahui hasil pertandingan grandslam itu seminggu yang lalu. Peringkat 1 dikalahkan peringkat 144! Dan jangtungku rasanya mau keluar saat itu. Orang-orang seraya bertepuk tangan dan mengelukan si Kyrgios _ yang sekarang berjuluk "Nadal Slayer". Pastinya, seseorang yang saat itu di puncak seperti Nadal, telah ditunggu-tunggu kejatuhannya. Hal yang lumrah saat kita di puncak - kasus yang sama dengan Nole tahun lalu -, namun jadi menyakitkan saat kejatuhan itu dieksekusi oleh pemuda yang masuk Wimbledon - satu dari 4 gelar paling bergengsi - dengan wildcard!

Bagi non fans Nadal, atau malah Nadal haters, hari itu sungguh indah, dan hari-hari berikutnya lebih indah lagi karena Nadal resmi menjadi juara 2 setelah Nole dengan dramatis memenangi Wimbley tahun ini dan mengambil alih peringkat 1 dunia. Namun, coba lihat fans Nadal. Sangat terpuruk! Hari itu sudah luar biasa buruk, bahkan mungkin tidak sedikit yang moodnya terganggu di kantor. Hari hari berikutya adalah menyaksikan Wimbley dengan mati rasa atau bahkan tidak mau menonton sama sekali. Sepertinya memang Nadal selalu mendapatkan kutukan di lapangan rumput ini, kalau ga absen karena cidera, dikalahkan Lukas Rosol, dikalahkan Steve Darcis (mbuh siapa) di babak pertama, atau sekarang yang paling sadis, dikalahkan peringkat 144 - wild card - yang aku baru dengar namannya sekarang - Nick Kyrgios!

Saat menjadi pendukung pihak yang kalah, dunia seakan terasa bersorak atas keterpurukan kita. Semua orang (seolah-olah) melihat scoreline hasil akhir saja, seolah-olah tidak ada yang mau melihat latar belakang penyebab dari pihak yang kalah. Just score figure out everything! Mereka seolah-olah cukup mengucapkan satu kata kemenangan dan itu cukup untuk mendebat 1000 kata dan alasan kekalahan atlet yang kita dukung. Tak ada simpati - seolah-olah. Kalah berarti malu dan sendiri. Apalagi jika kekalahan itu dilakukan David melawan Goliath, Kyrgios melawan Nadal. Yeah, seolah-olah tak ada hal lebih buruk lagi bisa terjadi melebihi ini. 

Oke, lupakan tentang tenis, karena selepas pertandingan mengerikan itu Nadal sudah berpikir akan pergi ke pantai : "Congratulate for him, beach for me"...  

Sekarang, beralih ke mantan olahraga yang paling aku sukai sejak SMP hingga pertengahan kuliah, sepakbola. Kali ini, menyoroti ajang paling rame saat ini setelah ramadhan tentunya : Piala Dunia 2014. Terus terang saya tidak mengikuti perkembangannya, namun saya hanya mengikuti score2 saja. Namun, saat sudah menjelang semifinal ini, tiba-tiba saya jadi penasaran. Sekalian lupakan efek olahraga tangan dan beralih ke olahraga kaki. Benar-benar berniat untuk melupakan apapun tentang Wimbley yang saat ini pun masih hot disiarkan ulang di Fox Sport.

Teman-teman kantor ternyata - yang sejak awal telah antusias dengan Piala Dunia ini - sedang bertaruh prediksi - bukan bertaruh duit ya - siapa yang bakal memenangi Brazil vs Jerman. Ah! Entah kenapa saya jadi gatel nimbrung. Saya, jujur, tidak pernah nge fans ke Brazil, entah kenapa, saya tidak tahu, barangkali karena dominasinya di sepakbola yang membuat saya tidak terlalu mendukung mereka. Sisi gelap hati saya yang dengki. Namun, kali ini, karena kehadiran David Luiz lah, saya tidak terlalu anti Brazil. Pemain PSG itu telah mencuri perhatian saya yang memang dari dulu cenderung lebih banyak menyukai bek (Metzelder, Terry). Untuk dukungan SF kali ini saya mendukung Jerman. Salah satu alasannya mungkin karena saya terus terang masih teringat dengan mantan bek kiri Jerman kesayangan saya : Christoph Metzelder. Dan seperti yang seharusnya, kubu Jerman di kantor adalah kaum minoritas. Sejalan dengan pilihan saya yang memang selalu menjadi minoritas dalam hal dukungan, sama seperti Nadal vs Nole di kantor ini. Bahkan rekan seruangan saya pun mendukung Nole! Okelah, kalaupun De Panser kalah sekalian saja sakit hati tahun ini tidak usah tanggung-tanggung, batin saya.

Waktu berlalu, tapi sepakbola - untungnya tidak membuat saya gusar dan mulas seperti tenis yang telah mendarah daging dalam hati saya. Saya malah lebih ingat dengan pemilu hari ini. Alhamdulillah saya sudah mantep mau milih siapa, terlepas dari berita TV, facebook, twitter yang rame menjelek2kan dan mengagungkan dalam waktu bersamaan. Kali ini, pilihan saya murni lahir dari perenungan diri saya berminggu-minggu. Pas jam 00.00 tadi malam, petunjuk dari Allah datang. Yah, saya mantep milih bapak satu itu :)

Akhirnya, subuh, setelah saya shalat, saya memutuskan jalan-jalan dengan Lachlan dan tidak ingat sama sekali kalau terjadi SF world cup semalam. Gak tega bangunin Lachlan yang masih pakai selimut di pagi yang sedingin ini, namun saya harus mengajaknya olahraga hari ini.

Dan kala kecepatan mobil sudah melaju 50 km/jam, barulah saya ingat, Ah pertandingan SF! Buru-buru saya bertanya kepada mitra saya yang setia, Mr. Gading, dan jawabannya membuat saya surprise. "Sadis Ma'am", katanya, "7-1, dan Brazil menangis!"

Otak saya loading: "Hah?! 7-1! itu sadis! lebih sadis daripada Wembley nya  Nadal! ini SF World cup Mr. Gading! dan ini adalah Brazil, perwakilannya sepakbola, melawan Jerman, yang juga jagonya sepakbola! Jadi... 7?? siapa yang 7?? Brazil nangis maksudnya nangis seneng apa nangis mati?!!" Saya memberondong mitra saya itu dengan kaget, dan Lachlan cuma diam. Sepertinya dia juga merasakan perasaan saya, hihihi...

Mr. Gading pun tertawa dengan ekspresi yang membuat saya akhirnya paham. Brazil mampus tadi malam! "OH!!!" Saya tersenyum, lalu berubah menjadi tawa, dan tawa saya berubah mengerikan dan diakhiri dengan "Yessss!!!!!" yang panjang. Kelihatannya Lachlan hanya menggeleng, dan Mr. Gading tertawa geli. "Ah, Wimbley, ini tidak ada apa-apanya." Saya menggumam pada diri sendiri dan bertekad menyalakan internet di rumah setelah Lachlan olahraga nanti. Saya pun menyetir semakin kencang. Pengen segera sampai di rumah!

Anehnya, oh anehnya. Setelah melihat-lihat proses pambataian sadis De Panser, alih-alih saya merasa makin senang, saya malah berbalik sedih. Meskipun awalnya saya sempat mencibir dan mengernyit aksi berlebihan David Luiz saat memegang kaos Neymar saat pembukaan.

Kenapa saat berhasil mengalahkan Goliath versi sepakbola, kegembiraannya tampak tidak terasa 100%? Berbeda sekali dengan kegembiraan yang saya lihat di Nadal haters saat Nadal teredepak dengan tragis kemarin. Rasanya saat ini bukan euforia betulan, ada sebersit rasa iba saat melihat David Luiz dan Scolari. Mata David yang berkaca-kaca di antara rambutnya yang kruil kruil itu membuat hati saya mencelos! Sialan! Saya kayaknya memang diciptakan tidak pernah menikmati kemenangan kecuali kemenangan Nadal! Entah kenapa. Saya senang dan puas Jerman menang, sungguh, apalagi karena di situ ada Toni Kroos, saudara kembarnya Josh Duhamel. Tapi, di sisi lain, kesenangan saya didominasi rasa iba melihat ekspresi David Luiz. Apalagi setelah membaca berbagai artikel yang menyalahkannya atas pembantaian berdarah di Mineirao tadi malam. 7-1, ah yang benar saja.

Tapi... yah... itulah olahraga, 1 + 1 tidak harus 2, Nadal vs Kyrgios tidak harus Nadal, Brazil vs Jerman tidak harus Brazil, dan saya akui, justru hal-hal seperti itulah yang membuat saya ternyata merasa muda terus, karena masih sempat-sempatnya berfikir seperti bocah. Selalu ada adrenalin dan 1001 macam emosi setelahnya. Dan, dua olahraga yang saya ikuti 2014 ini, benar-benar menyimpan dua kisah sadis bagi saya. Semoga di SF world cup nanti malam, tidak ada lagi kejadian tragis, karena saya mendukung Messi - pemain yang sangat dibenci suami saya. Saya tahu, tampaknya Belanda akan menang melihat penampilan mereka sejauh ini, tapi, entah kenapa, hati saya yang irasional tetap mendukung Argentina. Semoga tidak ada yang sadis lagi malam ini, semoga ya, apapun hasilnya.... Akhirnya saya ucapkan BIG CONGRATULATION kepada Jerman, dan buat David cs, babak belur, I'M SORRY....

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.