Friday 4 July 2014

Papan Impian (Cerpen)



Hari minggu pagi yang terik, Wira masih merasa sangat malas untuk menyibak selimutnya yang hangat. Rupanya perasaan bersalah bangun siang telah hilang dari hatinya, karena sudah sempat bangun saat subuh tadi untuk shalat.
Samar-samar terdengar suara langkah kaki yang semakin jelas. Tanpa alarm peringatan, tiba-tiba sebuah tangan yang terasa dingin mencabut paksa selimut yang menutup hangat tubuhnya diikuti dengan sebuah cubitan “mesra” yang sangat menggigit di pahanya.
“Auwwww….!!!” Wira berteriak kaget merasakan sengatan tajam di pahanya. Refleks tubuhnya yang tidak terduga karena kaget, membuat si pelaku pencubitan menjauh. Wira sontak menatap tajam sosok yang mengganggu mimpinya di pagi bolong.
“Mama…!!!!” Suaranya pecah karena protes.
“Ayo bangun! Pemalas! Mentang-mentang hari minggu lalu kamu mau tidur seharian?!”
Wajah Wira merajuk, dengan suara serak dia mengeluh panjang sambil malas-malasan bangun. Kepalanya merasa pening dan hatinya jengkel luar biasa. Terlebih, dia ingin tidur banyak-banyak karena tidak ingin mengingat kejadian semalam yang mematahkan hatinya. Ya, email pengumuman hasil seleksi karya tulis nasional tahun ini tidak memilih karyanya kembali. Tiba-tiba suara mamanya dari jauh kembali terdengar.
“Ayo segera mandi! Nafasmu bau, malu dong kalau ada tamu nanti!”
Wira tidak berkomentar, hanya memutar matanya dengan wajah aneh dan bergegas menuju kamar mandi. Aroma sarapan pagi yang menggugah selera membuatnya semakin mempercepat langkah ke kamar mandi. Saat melewati gudang, dilihatnya sang ayah sedang membereskan barang-barang. Rupanya ayahnya sudah mulai membereskan barang-barang menjelang kepindahan mereka ke rumah baru.
Mata Wira yang setengah mengantuk menyusuri gudang tua itu. Ayahnya tampak acuh tak acuh meskipun menyadari kehadirannya. Melihat berbagai benda antik terabaikan yang mulai tersingkap keberadaanya, Wira jadi tergoda membantu ayahnya ketimbang pergi ke kamar mandi.
Tangannya mulai meraih buku-buku tua di salah satu sisi gudang. Suara gaduh yang ditimbulkan membuat ayahnya menoleh, “Kau masukkan buku-buku itu ke dalam kardus biru di sebelah sana. Tampaknya tukang loak adalah tempat terbaik untuk mereka”
“Termasuk ini?”, Wira tiba-tiba memegang sebuah gulungan kertas yang tampak tua.
Wajah ayahnya tampak kaget dan mematung sejenak. Perlahan, ayahnya mendekat dan mengambil gulungan kertas warna cokelat itu dari tangan Wira.
“Apa itu pa? peta kuno?” Wira bertanya dengan suara mengejek karena ayahnya yang cuek cukup menaruh perhatian untuk benda seperti itu.
Beberapa detik ayahnya tidak menjawab dan terpaku mengamati benda itu. “Kemarilah..” ayahnya mengajak Wira duduk di lantai. Wira mengernyit penuh tanda tanya.
Perlahan, gulungan kertas yang tampak tidak istimewa itu dibuka. Tampak sebuah kertas yang cukup lebar bertuliskan : PAPAN IMPIAN. Wira heran melihatnya hingga melupakan untuk mengamati ekspresi ayahnya yang tercenung memandang kertas penuh tempelan yang saat itu telah terbuka. Ada gambar lelaki berjas dengan tulisan sebuah perusahaan konstruksi terkenal. Ada gambar rumah mewah, diikuti mobil mewah, bahkan gambar seorang gadis cantik!
“Hehehe…” tawa ayahnya yang pelan memecah keheningan, “aku telah lama melupakan benda ini”
Ayahnya lalu melanjutkan, “lihat Wira! Mimpi itu perlu visualisasi untuk mendorongmu tetap berjalan menuju ke arahnya. Ini adalah papan impian yang ayah buat sewaktu ayah seumuran kamu.”
“Hahaha…” Wira tertawa geli, “sumpah aku tidak menyangka ayah bisa menjadi orang seperti itu.” Wira tiba-tiba merasa ayahnya tidak mempedulikan ejekannya.
“Lihat Wira, papa sudah mencapai hampir semua yang ada di papan ini!” Suaranya mulai gemetar karena keharuan. “Pekerjaan, rumah, mobil, semuanya…”
“Tapi tampaknya tidak semuanya ayah…. Ayah tidak bekerja di perusahaan konstruksi ini, mobil ayah juga bukan mobil sport seperti ini, apalagi gadis ini! Hahaha…. Apakah dia mantan pacar ayah?? Astaga..!” Wira menggeleng dengan tatapan tidak percaya.
“Sstt… jangan keras-keras Wir, ibumu ada di ruang sebelah, kau tahu dia pencemburu!”  Ayahnya lalu melanjutkan, “Yah kamu benar Wir, tidak semuanya sama, tapi lihatlah, lihat Wir..” Ayahnya berkata dengan semangat sambil menunjuk gambar-gambar tersebut satu per satu.
“Ini adalah gambar yang dibuat bocah berumur 15 tahun tapi berdampak cukup besar hingga bocah itu dewasa. Memang bocah itu tidak mendapatkan persis seperti gambar-gambar ini… tapi… coba lihat! Lihat Wir! Bocah itu pernah memimpikan bekerja di perusahaan konstruksi, tapi kini bocah itu malah mendapatkan pekerjaan di perusahaan telekomunikasi internasional yang gajinya jauh lebih besar dari perusahaan konstruksi di negara ini sekarang!” suara ayah Wira terdekar semangat. Setelah mengambil nafas sejenak, dia melanjutkan, “Mobil dalam gambar ini mobil sport yang harganya lebih murah daripada mobil yang ada di garasi bocah itu sekarang!”
“Lalu lihat, rumah ini…. Menurutmu tidak akan lebih mewah daripada rumah baru yang akan kita tempati khan?” ayahnya tersenyum lebar menatap Wira.
“Lalu pa, bagaimana dengan gadis ini?” Ini adalah gambar paling membuat penasaran Wira sejak awal.
“Ah.. ya, namanya Andini, dulu ayah naksir setengah mati padanya! Dulu Wir, sebelum ketemu mamamu”
Wira menatap wajah ayahnya dengan ekspresi tidak percaya. Wira menggelengkan kepala sambil tertawa geli. Ayahnya yang menyadari hal itu, langsung cepat-cepat menambahkan, “Untungnya gadis itu tidak pernah naksir ayah, tapi ayah bersyukur, karena akhirnya ayah menikah dengan wanita yang jauh lebih cantik darinya….. dan naksir papa juga tentunya.” Ayah Wira mengedipkan mata dengan nakal.
“Nah, kamu pun lebih baik memvisualisasikan mimpi-mimpi kamu mulai sekarang, tentunya dengan caramu sendiri. Oya, jangan lupa dipajang di kamar ya. Karena tanpa kau sadari, setiap kamu memandang mimpi-mimpi kamu, kamu akan mendapatkan kekuatan yang menggerakkanmu untuk melangkah meraihnya. Yah… kalau pun suatu saat ada yang tidak tercapai, ayah akan jamin melesetnya tidak akan jauh!”
Wira takjub mendengarkan nasihat ayahnya.
“Jadi Wira, lupakan kegagalanmu semalam, harus bangun lagi, artinya kamu harus memantaskan diri kamu sehingga siap mengejar mimpimu…”
Mendadak perasaan Wira menjadi sejuk. Wira memandang wajah ayahnya dan berucap, “terimakasih yah… tampaknya aku tidak menyesal bangun pagi hari ini…. Bukan hanya akhirnya mendapatkan nasehat ayah yang berharga, tapi juga …. Mengetahui gadis impian ayah dulu! Hahaha…”
“Wira!” ayahnya pun melotot menatap Wira yang tertawa.
“Tenang yah, mama tidak akan mendengar” Sambil berkata demikian, Wira membalas kedipan mata ayahnya dengan nakal.

  

Tuesday 1 July 2014

Duka Untuk Nadal

Bagai disambar geledek!! Itulah perasaan saya kala melihat berita di internet pagi ini.... hiksss

"Nadal Ditumbangkan Pemuda 19 Tahun"

Butuh sedetik... dua detik... tiga detik.... untuk menyadari berita itu bukan hoax ala sport.detik.com 

Kekalahan di sisa tahun 2013 masih okelah, 

Kekalahan di awal 2014 okelah

Kekalahan 4 kali berturut-turut versus Djokovic di lapangan tanah liat sangaaaaatttt menyakitkan, tapi masih okelah...

Lah yang ini????????

Dipecundangi remaja 19 tahun berperingkat 144 dunia, astaga!!! Ini mengerikan! Mengerikan bagi Nadal dan begitu juga bagi saya!

Nadal, kau sungguh menguji kesetiaanku....

Tapi meski demikian, jika aku mengingat-ingat kembali perjalanan Nadal, yang ada adalah perjalanan yang tidak biasa

Absen 7 bulan dan menjuarai 9 turnamen

Lalu kembali terpuruk dikalahkan rival ketatnya berkali-kali

Lalu dikalahkan pemain2 yang tidak pernah bisa mengalahkan dia sebelumnya

Lalu tiba2 menjuarai Grand Slam di Roland Garros

Dan begitu semangat penggemarnya melambung.... Lagi...

Nadal terhempas oleh remaja 19 tahun, Nick Kyrgios.... siapa itu Nick? Aku tidak tahu hingga dia muncul di Wimbledon dan mengalahkan Gael Monfils di Putara 3....

Ingin rasanya aku ngefans yang lain, karena jujur, mulai melelahkan juga menjadi pendukung Nadal yang penuh kejutan, tapi sayang, aku tidak bisa berpindah hati

Aku sudah klik dan yah... seperti penggemar2 Nadal fanatik lainnya, aku cuma berharap, semoga Nadal bisa mengulang sukses Grand Slam US Open nanti.... semoga....

Oh Nadal, sungguh berliku jalanmu 

 

Monday 30 June 2014

Alasan Aku Diet

Masa-masa ini aku merasa tubuh dan terutama jiwaku tersedot dalam pusaran aneh yang membuatku bertekuk lutut. Entah setan apa yang sedang merasukiku, tapi aku merasa aku sangat amat aneh tak berkesudahan. Merasa pikiran dan jiwaku dimabuk berat oleh hal paling primitif di dunia ini!

Hanya karena hal sepele: "sebuah lukisan perawan" yang terpampang di galeri Restoran Sasanti Yogyakarta, jiwaku terasa tertampar. 

Sudah berpuluh-puluh kali suamiku berkomentar tentang betapa aku membuang masa-masa mudaku dengan bermuram durja dan mencueki bobot badanku yang mengerikan. Namun aku tidak mengacuhkannya. Apakah mungkin saking putus asanya aku saat melihat bodiku yang sekarang dan membandingkannya dengan 4 tahun yang lalu? entahlah... atau mungkin aku sudah masuk dalam fase "lag" di mana kejenuhan mengambil alih....

Beginikah wanita yang sudah menikah di atas 2 tahun??? Hahahha.... aku ngeri membayangkan pikiranku saat itu, sungguh. 

Untungnya, Tuhan kelihatannya telah membaca semua pikiran-pikiran gilaku dan Dia telah menciptakan skenario yang aneh untuk mendorongku melakukan satu hal yang sangat kubenci : DIET.

Bermula dari ajakan temanku ke sebuah resto di Yogyakarta yang telah kusebutkan sebelumnya. Di sanalah aku menunggu taksi dan mataku menatap lukisan itu. Lukisan perawan yang sangat - sangat indah bagiku. Hal sepele namun berhasil membuatku berpikir : "Andai aku seperti itu". Akhirnya, renungan tanpa usaha adalah sia-sia, namun Tuhan mempunyai rencana lain. Terdamparlah aku ke dalam sebuah tempat nostalgia yang dulu sangat aku sukai : Gramedia. Entah setan apa yang merasukiku, tapi pasca melihat lukisan itu, aku bertekad untuk menghamburkan sebagian uangku untuk bersenang-senang dengan sesuatu yang bisa ditawarkan oleh Gramedia, barangkali untuk menghibur diriku karena tidak bisa seperti gadis dalam lukisan itu (hahaha). Kali ini kakiku tidak akan melangkah ke tempat buku-buku pelajaran, masakan, atau komik seperti sebelum-sebelumnya, namun ke bagian yang paling jarang aku singgahi, NOVEL. Dan aku meihat mereka, koleksi istimewa yang telah lama aku lupakan, barangkali mantan teman kosku semasa kuliah akan tertawa terbahak-bahak mengetahui apa yang kulihat dan sangat ingin kubeli saat itu: HARLEQUIN! Ya, Harlequin! Novel yang pernah membuat addict bagiku dan membuatku merasa menjadi feminis sejati....

Akhirnya, otakku tidak banyak bicara, yang berbicara adalah hasrat. Aku sudah tidak berpikir tentang tujuanku ke Yogyakarta, aku hanya berpikir bahwa aku ingin sekali bersenang-senang dengan cara lain dan sudah sangat amat lama tidak melakukannya. Lalu mulailah sesi borong-memborong sambil mengecek sinopsis. Dimulai dengan judul-judul picisan yang sangat aku sukai, lalu mataku menubruk sebuah buku. Karangan seseorang yang aku belum tahu : Sabrina Jeffries. Akhir-akhir ini aku menyadari dia cukup terkenal di kalangan novel romance. 

Kuputuskan mengambil sebuah bukunya yang berjudul : Beware a Scot's Revenge (Pembalasan Pria Skotlandia). Sungguh saat itu aku tidak menyangka buku itu punya efek yang dahsyat bagiku. Saat aku ke kasir untuk membelinya jujur saja aku merasa malu karena semua jenis buku yang kubeli versus harga yang kuhabiskan. Barangkali kalau punya pikiran negatif, mbak mbak atau mas mas (entahlah) di kasir itu akan berpikir aku perawan tua yang kesepian.

Sampai di hotel, aku cukup penasaran dengan beberapa buku dan kuputuskan membaca beberapa Harlequin yang membuatku penasaran. Tapi seperti para pembaca Harlequin pada umumnya, aku membaca cepat saja dan jujur lumayan menikmati alur dan penyajiannya. Hanya saja, begitu selesai dibaca, ya sudah. Rasanya begitu saja " ya sudah". Tidak seperti sensasi saat aku selesai membaca novel Dan Brown. 

Akhirnya, dengan mata yang setengah terpejam, aku sadar menghabiskan hampir separuh hari itu hanya di hotel, sesuatu yang sangat jarang kulakukan kecuali aku sedang sakit berat. Merasa masih lapar dengan rasa penasaran untuk bersenang-senang secara mendalam, akhirnya kuputuskan membaca kisah pria Skotlandia itu. Selembar, dua lembar, tiga lembar... dan tanganku tidak mau berhenti. Aku tidak sadar aku telah terhisap dalam pusaran ceritanya.  Kenapa efeknya bisa sampai lebay seperti itu? Sepertinya aku baru menyadarinya, hal itu karena karakter tokoh-tokohnya dan ceritanya merupakan hal yang selama ini aku bayang-bayangkan dan sangat aku inginkan - bahkan sejak aku remaja! Aku ingin sekali seperti itu, mengalami hal seperti itu, diperlakukan dengan cara seperti itu, dipanggil dengan sebutan seperti itu, dan buku itu disampaikan dengan gaya tepat sasaran!

Sampai akhirnya, aku membentuk deskripsi-deskripsi aneh di otakku. Dan coba tebak, aku merasa muda lagi, hihihi. Cara yang cukup aneh membuatku harus melakukan diet serius menurutku. Tapi, entah bagaimana caranya, pasca membaca buku itu aku merasa muda lagi, merasa seperti abg lagi. Aku mulai memperhatikan wajahku, tubuhku, kosmetikku, mo chreach, ini benar-benar gila. 

Kejutan berikutnya adalah, aku mendapati beberapa hari di hotel dengan menu masakan sangat menggoda dan aku tidak menyentuhnya! Aku mulai mendapati diriku selalu mendatangi konter salad - konter yang TIDAK PERNAH aku lirik sebelumnya - dan sama sekali tidak melirik saus mayo! Aku juga mulai mendapati diriku mulai bersahabat akrab dengan air mineral dan sedikit bersitegang dengan juice manis. Makan malam? Nay, aku tidak menyentuhnya lagi. Kenapa oh kenapa? Ini hal paling sepele dalam hidupku dan aku bertekuk lutut pada efek buku Sabrina.

Yang pasti, aku merasa lebih dari 5 kg telah menyusut selama hampir sebulan ini. Tinggal bagaimana mengencangkan tiap ikatannya saja. Hanya saja, seperti batu baterai, ada sisi positif ada juga sisi negatif. Aku jadi sering berkhayal tanpa sadar. Berkhayal tentang sesuatu yang aneh yang sebelumnya hampir tidak pernah kupikirkan, dan barangkali itu alasannya aku merasa jauh lebih muda sekarang. Aye, aku yakin sekarang itu benar! Hal paling aneh lainnya adalah tanpa sengaja aku - kadang-kadang ya - bergoogling tentang tartan, kilt, ceilidh, bahkan aku belajar bahasa Gaelic! Aku juga jadi suka motif kotak-kotak! Ah, ini meresahkan. Ada apa denganku, seakan-akan hidup baru membuka pikiranku tentang definisi baru akan "hal yang meresahkan ini".

Entahlah, yang jelas saat ini aku merasa baik-baik saja, bahkan sangat baik karena aku merasa lebih kurus dan akan lebih kurus lagi. Pikiran itu membuatku bahagia. Namun, di sisi lain, aku merasa penasaran dengan sesuatu. Teramat sangat. Terasa seperti program kerja yang benar namun sasaran kerja yang salah! Semoga Tuhan menyelamatkanku.