Wednesday 27 November 2013

Aftershocks (Tangshan Dadizhen) - 2010


Tidak biasanya saya mellow terutama saat saya berada di salah satu tempat favorit saya, Jogjakarta. Namun, malam ini, entah kenapa tiba-tiba perasaan mellow bin termehek-mehek melanda. Barangkali karena saya sedang tidak bisa mencicipi Gudeg Yu Djum karena radang tenggorokan. Akhirnya, daripada membaca Buku Ainun & Habibie yang membuat mata saya sayup, saya memutuskan menonton televisi. Tidak sengaja, mata saya tidak mau beralih ke salah satu channel yang sedang menghadirkan sebuah film berjudul "Aftershocks" atau dalam bahasa chinanya berjudul Tangshan Dadizhen. Tak disangka, filmnya cukup bagus. Rating subyektif saya 8/10.

Film ini tergolong drama yang sedih dan sepanjang film mata saya basah karena terlalu menghayati. Film yang dibuat untuk mengenang gempa bumi Tangshan di China tahun 1976 yang merenggut kurang lebih 240.000 jiwa ini ternyata cukup sukses dan meraih keuntungan lebih dari 100 juta dollar di box office China. Akting Xi Fan yang berperan sebagai seorang ibu (Li Yuanni) bagi saya adalah soul dalam film ini. Kesedihan yang dipancarkannya sepanjang film membuat hati saya sukses termehek-mehek.

Film dimulai pada setting tahun 1976 di Tangshan, China, di mana sebuah keluarga sederhana yang bahagia tinggal di sebuah apartemen sederhana. Mereka tediri dari ayah (Fang Daqiang), ibu (Li Yuanni) dan dua anak kembar, perempuan dan laki-laki. Anak perempuan bernama Fang Deng, sedangkan anak laki-laki bernama Fang Da.

Hari itu, Li Yuanni meletakkan kedua anaknya di tempat tidur setelah mereka terlelap. Li Yuanni bersama Fang Daqiang keluar rumah sebentar dan meninggalkan anaknya tidur, di mana tiba-tiba saja gempa bumi terjadi dan menyebabkan apartemen mereka runtuh menimpa kedua anak mereka. Li Yuanni sontak kaget dan berlari menuju apartemennya untuk menolong anak-anaknya. Namun, Fang Daqiang mendahului Li Yuanni dan menariknya keluar yang menyebabkan Fang Daqiang terkena reruntuhan dan meninggal.

Si ibu, Li Yuanni yang selamat mencari kedua anaknya. Beruntung tim penyelamat berhasil menemukan kedua anaknya, namun naas, Fang Deng dan Fang Da tertimpa lempeng beton yang sangat besar di bawah reruntuhan. Ajaibnya mereka berdua masih hidup, namun posisi mereka membuat hanya salah satu dari mereka yang bisa diselamatkan. Jika beton dianngkat untuk menyelamatkan Fang Da, maka lempeng beton tersebut akan menimpa Fang Deng lebih dalam yang membuatnya dapat tewas, begitu pula sebaliknya. Sekelompok tim penyelamat yang akan menolong mereka meminta keputusan cepat dari Li Yuanni untuk memutuskan siapakah di antara kedua anaknya yang harus diselamatkan. Kontan saja, Li Yuanni shock dan tidak bisa memutuskan. Dia bersikukuh untuk menyelamatkan keduanya, namun tim penyelamat menyatakan tidak mungkin. Saat waktu mulai kritis dan tim penyelamat sudah kehilangan kesabaran menunggu keputusan Li Yuanni, secara spontan Li Yuanni memohon agar mereka menyelamatkan Fang Da, putra lelakinya. “Selamatkan putraku” begitu ujarnya. Tak disangka, Fang Deng yang masih hidup mendengar ibunya berkata demikian dari balik reruntuhan. Fang Deng pun mengira bahwa ibunya lebih mencintai adiknya dan dia pun menangis. Selanjutnya tim penyelamat segera mengangkat beton di sisi Fang Da dan menyelamatkannya. Fang Da kehilangan salah satu tangan akibat kejadian tersebut.

Setelah Fang Da diangkat, Fang Deng segera dikeluarkan dari reruntuhan. Mereka menganggap Fang Deng telah tewas karena tidak bergerak, hal yang tidak mereka ketahui adalah ajaibnya Fang Deng ternyata hanya pingsan. Li Yuanni lalu menggendong dan menangis meminta maaf pada Fang Deng dan meletakkan Fang Deng agar mayatnya dapat diangkut oleh tim penyelamat. Selanjutnya, Li Yuanni membawa Fang Da dengan wajah kosong karena sedih. Kejadian ini telah merubah dirinya selamanya.



Tidak berapa lama, mayat-mayat yang bertebaran segera dievakuasi oleh tim penyelamat. Di Antara gelimangan mayat-mayat itu, tiba-tiba, Fang Deng tersadar dan mendapati dirinya berada di antara mayat. Fang Deng bingung dan mencari-cari orang yang dia kenal dan mondar mandir hingga akhirnya ditemukan oleh seorang tentara yang membawanya ke kamp.

Pada akhirnya Fang Deng diadopsi oleh pasangan yang keduanya berprofesi dalam bidang militer dan telah kehilangan seorang putri. Pasangan itu bernama Wang Deqing (ayah angkat) dan Dong Guilan (Ibu angkat). Mereka sangat antusias menerima Fang Deng sebagai pelipur lara mereka karena sudah tidak punya anak. Pada akhirnya Fang Deng berubah nama menjadi Wang Deng. Ayah angkat Wang Deng sangat menyayangi Wang Deng seperti putrinya sendiri, namun sang istri tentara bersikap agak galak terhadap Wang Deng, meski demikian Wang Deng tetap bersikap penurut pada orang tua angkatnya. Wang Deng bersikap sangat pendiam karena masih menyimpan traumatis terutama akibat kata-kata Li Yuanni, ibu kandungnya. Dia sering mendapatkan mimpi buruk ditinggalkan oleh keluarga kandungnya. Di sinilah, Wang Deqing selalu setia menghibur dan menenangkannya.




Pasca gempa bumi tersebut, mertua Li Yuanni datang dari luar kota untuk meminta, tepatnya memaksa Li Yuanni agar menyerahkan Fang Da untuk mereka rawat di luar kota. Hal ini membuat Li Yuanni sangat sedih dan membuatnya merasakan kehilangan yang sempurna. Adegan yang sangat emosional, saat Li Yuanni mengantar Fang Da ke terminal untuk mengucapkan selamat tinggal. Sumpah saya jadi teringat kejadian yang mirip dengan hal itu pada masa kecil saya, karena itulah saya tidak tahan untuk menangis. Setelah bus yang dinaiki Fang Da berjalan bersama dengan mertua Li Yuanni, Li Yuanni berdiri termangu dengan wajah sedih menatap bus yang membawa putranya menjauhi dirinya. Saya makin Bombay-ties aja. Melihat hal tersebut, mertua Li Yuanni tidak tega juga dan akhirnya menurunkan Fang Da. Li Yuanni pun sontak dengan emosional berlari untuk menyambut putranya. Sedihhh…

Setelah itu, Fang Da dan Li Yuanni menjalani kehidupan baru yang penuh dengan rasa sepi dan sedih, terutama bagi Li Yuanni. Kehilangan suami dan anak perempuannya dengan cara yang menyedihkan menimbulkan kesedihan yang mendalam padanya. Li Yuanni selalu bekerja keras dan tidak pernah bersenang-senang. Dia merasa bersalah jika dirinya bersenang-senang. Dia bahkan tidak berencana untuk menikah lagi karena dia hanya mencintai almarhum suaminya yang rela berkorban untuknya. Uang hasil kerja keras Li Yuanni digunakan untuk sekolah Fang Da.

Di tempat lain, sepuluh tahun kemudian, Wang Deng yang telah remaja melanjutkan studi ke kedokteran yang mengharuskannya tinggal di asrama. Di sana dia berkenalan dengan seorang pemuda bernama Yang Zhi. Mereka memiliki hubungan yang serius.

Menginjak semester tiga, Dong Guilan sakit dan dalam kondisi kritis. Wang Deng pun akhirnya pulang dan menemai ibu angkatnya tersebut hingga Dong Guilan dijemput ajal. Sebelum meninggal, Dong Guilan mengatakan, meski dia galak, namun sebenarnya dia menyayangi Wang Deng. Dong Guilan memberikan uang simpanannya kepada Wang Deng sebagai biaya untuk mencari keluarga kandungnya.

Setelah kembali ke asrama, Wang Deng menemukan dirinya hamil dan diapun memberitahu Zhing Yi. Namun ternyata Zhing Yi tidak mau bertanggung jawab dan memaksa Wang Deng untuk menggugurkan kandungannya. Wang Deng yang memilih untuk mempertahankan kandungannya memilih drop out dari kuliah dan pergi ke Kanada. Di sana dia melahirkan bayi perempuan yang diberi nama Dian Dian. Di sana dia membesarkan sendiri dan berusaha hidup Mandiri. Wang Deng menjalani kehidupan yang sederhana selama empat tahun di Kanada dan tidak pernah menghubungi Wang Deqing, ayah angkatnya. Wang Deqing yang sangat mencemaskan Wang Deng sangat menderita karena kehilangan kontak dengan putrinya.

Kehidupan Fang Da dan ibunya juga penuh dengan perjuangan. Karena tangannya cacat, Fang Da tidak berniat sekolah dan sempat membuat Li Yuanni kecewa. Fang Da lebih senang untuk mengantar jemput orang daripada melanjutkan sekolah. Pada akhirnya, Fang Da meninggalkan ibunya untuk mengadu nasib di Hazhou. Kesedihan Li Yuanni semakin bertambah karena kini dia hidup sendiri, meski demkian dia menguatkan dirinya demi masa depan Fang Da. Pada akhirnya, Fang Da menjadi pengusaha travel yang sukses dan menikah dengan seorang gadis cantik. Tidak lama, Fang Da memiliki anak laki-laki yang secara kebetulan dinamakan Dian Dian. Episode yang sangat emosional terjadi kala Fang Da memaksa istrinya meninggalkan anaknya yang masih bayi untuk diasuh oleh Li Yuanni. Istri Fang Da yang tidak setuju anaknya dirawat oleh mertuanya memberontak, namun akhirnya berhasil dipaksa oleh Fang Da. Sebelum istri Fang Da pamit untuk kembali ke Hazhou, dia menatap anaknya lekat-lekat sambil menangis. Kembali saya teringat, perpisahan saya dengan Syauqi yang saat itu masih bayi. Saya jadi emosional….

Di tempat lain di Kanada. Akhirnya setelah empat tahun tidak pulang, Wang Deng pulang ke China untuk menemui Wang Deqing. Wang Deqing terharu dan sangat gembira, terlebih mengetahui kalau dia sudah punya cucu. Pada saat tahun baru, Wang Deng memberi tahu ayahnya bahwa dia sudah menikah dengan pria asing dan akan berimigrasi ke Kanada.

Tahun 2008, di Kanada, Wang Deng melihat berita di televisi yang menyiarkan terjadinya gempa di Sichuan, China. Wang Deng teringat dengan kenangan gempa Tangshan yang dia alami. Atas ijin suaminya, akhirnya Wang Deng mendaftarkan diri sebagai sukarelawan untuk membantu korban bencana. Hal yang tidak dia sangka adalah, adiknya Fang Da juga melakukan hal serupa. Saat waktu istirahat, Wang Deng dan Fang Da berada di lokasi yang berdekatan. Secara kebetulan, Wang Deng sedang bercerita kepada salah seorang temannya tentang gempa Tanshang tahun 1976 yang dia alami. Hal ini membuat Wang Deng sadar bahwa dia sedang bersama adiknya.

Wang Deng memutuskan untuk bertemu ibunya sambil diantar Fang Da. Wang Deng sempat menyesal tentang perasaannya terhadap Fang Da selama ini. Saat Wang Deng tiba di rumah, Li Yuanni bersujud di depan Wang Deng dan meminta maaf. Li Yuanni bertanya, mengapa selama 32 tahun Wang Deng tidak mencari atau mengabarinya. Li Yuanni menangis dan memeluk Wang Deng. Selanjutnya, mereka berdua berbagi cerita. Wang Deng mengatakan bahwa dia telah memiliki seorang putri berusia 18 tahun yang sedang berkuliah bernama Dian dian. Li Yuanni kaget bahwa kedua cucunya memiliki nama yang sama.


Esok harinya, Li Yuanni sekeluarga mengunjungi makam suaminya. Di dekat makam itu terdapat tanda makam Wang Deng yang di depannya merupakan rongga yang dapat dibuka. Wang Deng melihat barang-barang yang dikirimkan ibunya selama bertahun-tahun seperti tas, peralatan sekolah, buku-buku, dsb. Fang Da menjelaskan bahwa ibunya selalu membelikan barang yang sama untuk Fang Da dan Wang Deng. Wang Deng akhirnya sadar, bahwa dia telah salah paham terhadap ibunya. Wang Deng pun menangis dan meminta maaf terhadap ibunya.