Tidak biasanya saya mellow terutama saat saya berada di salah satu
tempat favorit saya, Jogjakarta. Namun, malam ini, entah kenapa tiba-tiba
perasaan mellow bin termehek-mehek melanda. Barangkali karena saya sedang tidak
bisa mencicipi Gudeg Yu Djum karena radang tenggorokan. Akhirnya, daripada
membaca Buku Ainun & Habibie yang membuat mata saya sayup, saya memutuskan
menonton televisi. Tidak sengaja, mata saya tidak mau beralih ke salah satu
channel yang sedang menghadirkan sebuah film berjudul "Aftershocks"
atau dalam bahasa chinanya berjudul Tangshan
Dadizhen. Tak disangka,
filmnya cukup bagus. Rating subyektif saya 8/10.
Film ini tergolong drama yang sedih dan sepanjang film mata saya
basah karena terlalu menghayati. Film yang dibuat untuk mengenang gempa bumi
Tangshan di China tahun 1976 yang merenggut kurang lebih 240.000 jiwa ini
ternyata cukup sukses dan meraih keuntungan lebih dari 100 juta dollar di box
office China. Akting Xi Fan yang berperan sebagai seorang ibu (Li Yuanni) bagi
saya adalah soul dalam film ini. Kesedihan yang dipancarkannya sepanjang film membuat
hati saya sukses termehek-mehek.
Film dimulai pada setting tahun 1976 di Tangshan, China, di mana
sebuah keluarga sederhana yang bahagia tinggal di sebuah apartemen sederhana. Mereka
tediri dari ayah (Fang Daqiang), ibu (Li Yuanni) dan dua anak kembar, perempuan
dan laki-laki. Anak perempuan bernama Fang Deng, sedangkan anak laki-laki
bernama Fang Da.
Hari itu, Li Yuanni meletakkan kedua anaknya di tempat tidur
setelah mereka terlelap. Li Yuanni bersama Fang Daqiang keluar rumah sebentar
dan meninggalkan anaknya tidur, di mana tiba-tiba saja gempa bumi terjadi dan
menyebabkan apartemen mereka runtuh menimpa kedua anak mereka. Li Yuanni sontak
kaget dan berlari menuju apartemennya untuk menolong anak-anaknya. Namun, Fang
Daqiang mendahului Li Yuanni dan menariknya keluar yang menyebabkan Fang
Daqiang terkena reruntuhan dan meninggal.
Si ibu, Li Yuanni yang selamat mencari kedua anaknya. Beruntung
tim penyelamat berhasil menemukan kedua anaknya, namun naas, Fang Deng dan Fang
Da tertimpa lempeng beton yang sangat besar di bawah reruntuhan. Ajaibnya
mereka berdua masih hidup, namun posisi mereka membuat hanya salah satu dari
mereka yang bisa diselamatkan. Jika beton dianngkat untuk menyelamatkan Fang
Da, maka lempeng beton tersebut akan menimpa Fang Deng lebih dalam yang
membuatnya dapat tewas, begitu pula sebaliknya. Sekelompok tim penyelamat yang
akan menolong mereka meminta keputusan cepat dari Li Yuanni untuk memutuskan
siapakah di antara kedua anaknya yang harus diselamatkan. Kontan saja, Li
Yuanni shock dan tidak bisa memutuskan. Dia bersikukuh untuk menyelamatkan
keduanya, namun tim penyelamat menyatakan tidak mungkin. Saat waktu mulai
kritis dan tim penyelamat sudah kehilangan kesabaran menunggu keputusan Li
Yuanni, secara spontan Li Yuanni memohon agar mereka menyelamatkan Fang Da,
putra lelakinya. “Selamatkan putraku” begitu ujarnya. Tak disangka, Fang Deng
yang masih hidup mendengar ibunya berkata demikian dari balik reruntuhan. Fang
Deng pun mengira bahwa ibunya lebih mencintai adiknya dan dia pun menangis.
Selanjutnya tim penyelamat segera mengangkat beton di sisi Fang Da dan menyelamatkannya.
Fang Da kehilangan salah satu tangan akibat kejadian tersebut.
Setelah Fang Da diangkat, Fang Deng segera dikeluarkan dari
reruntuhan. Mereka menganggap Fang Deng telah tewas karena tidak bergerak, hal
yang tidak mereka ketahui adalah ajaibnya Fang Deng ternyata hanya pingsan. Li
Yuanni lalu menggendong dan menangis meminta maaf pada Fang Deng dan meletakkan
Fang Deng agar mayatnya dapat diangkut oleh tim penyelamat. Selanjutnya, Li
Yuanni membawa Fang Da dengan wajah kosong karena sedih. Kejadian ini
telah merubah dirinya selamanya.
Tidak berapa lama, mayat-mayat yang bertebaran segera dievakuasi
oleh tim penyelamat. Di Antara gelimangan mayat-mayat itu, tiba-tiba, Fang Deng
tersadar dan mendapati dirinya berada di antara mayat. Fang Deng bingung dan mencari-cari
orang yang dia kenal dan mondar mandir hingga akhirnya ditemukan oleh seorang
tentara yang membawanya ke kamp.
Pada akhirnya Fang Deng diadopsi oleh pasangan yang keduanya
berprofesi dalam bidang militer dan telah kehilangan seorang putri. Pasangan
itu bernama Wang Deqing (ayah angkat) dan Dong Guilan (Ibu angkat). Mereka
sangat antusias menerima Fang Deng sebagai pelipur lara mereka karena sudah
tidak punya anak. Pada akhirnya Fang Deng berubah nama menjadi Wang Deng. Ayah
angkat Wang Deng sangat menyayangi Wang Deng seperti putrinya sendiri, namun
sang istri tentara bersikap agak galak terhadap Wang Deng, meski demikian Wang
Deng tetap bersikap penurut pada orang tua angkatnya. Wang Deng bersikap
sangat pendiam karena masih menyimpan traumatis terutama akibat kata-kata Li
Yuanni, ibu kandungnya. Dia sering mendapatkan mimpi buruk ditinggalkan oleh
keluarga kandungnya. Di sinilah, Wang Deqing selalu setia menghibur dan
menenangkannya.
Pasca gempa bumi tersebut, mertua Li Yuanni datang dari luar kota
untuk meminta, tepatnya memaksa Li Yuanni agar menyerahkan Fang Da untuk mereka
rawat di luar kota. Hal ini membuat Li Yuanni sangat sedih dan membuatnya
merasakan kehilangan yang sempurna. Adegan yang sangat emosional, saat Li
Yuanni mengantar Fang Da ke terminal untuk mengucapkan selamat tinggal. Sumpah
saya jadi teringat kejadian yang mirip dengan hal itu pada masa kecil saya,
karena itulah saya tidak tahan untuk menangis. Setelah bus yang dinaiki Fang Da
berjalan bersama dengan mertua Li Yuanni, Li Yuanni berdiri termangu dengan
wajah sedih menatap bus yang membawa putranya menjauhi dirinya. Saya makin Bombay-ties
aja. Melihat hal tersebut, mertua Li Yuanni tidak tega juga dan akhirnya
menurunkan Fang Da. Li Yuanni pun sontak dengan emosional berlari untuk
menyambut putranya. Sedihhh…
Setelah itu, Fang Da dan Li Yuanni menjalani kehidupan baru yang
penuh dengan rasa sepi dan sedih, terutama bagi Li Yuanni. Kehilangan suami dan
anak perempuannya dengan cara yang menyedihkan menimbulkan kesedihan yang
mendalam padanya. Li Yuanni selalu bekerja keras dan tidak pernah
bersenang-senang. Dia merasa bersalah jika dirinya bersenang-senang. Dia bahkan
tidak berencana untuk menikah lagi karena dia hanya mencintai almarhum suaminya
yang rela berkorban untuknya. Uang hasil kerja keras Li Yuanni digunakan untuk
sekolah Fang Da.
Di tempat lain, sepuluh tahun kemudian, Wang Deng yang telah
remaja melanjutkan studi ke kedokteran yang mengharuskannya tinggal di asrama.
Di sana dia berkenalan dengan seorang pemuda bernama Yang Zhi. Mereka memiliki
hubungan yang serius.
Menginjak semester tiga, Dong Guilan sakit dan dalam kondisi
kritis. Wang Deng pun akhirnya pulang dan menemai ibu angkatnya tersebut hingga
Dong Guilan dijemput ajal. Sebelum meninggal, Dong Guilan mengatakan, meski dia
galak, namun sebenarnya dia menyayangi Wang Deng. Dong Guilan memberikan uang
simpanannya kepada Wang Deng sebagai biaya untuk mencari keluarga kandungnya.
Setelah kembali ke asrama, Wang Deng menemukan dirinya hamil dan
diapun memberitahu Zhing Yi. Namun ternyata Zhing Yi tidak mau bertanggung
jawab dan memaksa Wang Deng untuk menggugurkan kandungannya. Wang Deng yang
memilih untuk mempertahankan kandungannya memilih drop out dari kuliah dan
pergi ke Kanada. Di sana dia melahirkan bayi perempuan yang diberi nama Dian Dian.
Di sana dia membesarkan sendiri dan berusaha hidup Mandiri. Wang Deng menjalani
kehidupan yang sederhana selama empat tahun di Kanada dan tidak pernah
menghubungi Wang Deqing, ayah angkatnya. Wang Deqing yang sangat mencemaskan
Wang Deng sangat menderita karena kehilangan kontak dengan putrinya.
Kehidupan Fang Da dan ibunya juga penuh dengan perjuangan. Karena
tangannya cacat, Fang Da tidak berniat sekolah dan sempat membuat Li Yuanni
kecewa. Fang Da lebih senang untuk mengantar jemput orang daripada melanjutkan
sekolah. Pada akhirnya, Fang Da meninggalkan ibunya untuk mengadu nasib di
Hazhou. Kesedihan Li Yuanni semakin bertambah karena kini dia hidup sendiri,
meski demkian dia menguatkan dirinya demi masa depan Fang Da. Pada akhirnya,
Fang Da menjadi pengusaha travel yang sukses dan menikah dengan seorang gadis
cantik. Tidak lama, Fang Da memiliki anak laki-laki yang secara kebetulan
dinamakan Dian Dian. Episode yang sangat emosional terjadi kala Fang Da memaksa
istrinya meninggalkan anaknya yang masih bayi untuk diasuh oleh Li Yuanni.
Istri Fang Da yang tidak setuju anaknya dirawat oleh mertuanya memberontak,
namun akhirnya berhasil dipaksa oleh Fang Da. Sebelum istri Fang Da pamit untuk
kembali ke Hazhou, dia menatap anaknya lekat-lekat sambil menangis. Kembali
saya teringat, perpisahan saya dengan Syauqi yang saat itu masih bayi. Saya
jadi emosional….
Di tempat lain di Kanada. Akhirnya setelah empat tahun tidak
pulang, Wang Deng pulang ke China untuk menemui Wang Deqing. Wang Deqing
terharu dan sangat gembira, terlebih mengetahui kalau dia sudah punya cucu.
Pada saat tahun baru, Wang Deng memberi tahu ayahnya bahwa dia sudah menikah
dengan pria asing dan akan berimigrasi ke Kanada.
Tahun 2008, di Kanada, Wang Deng melihat berita di televisi yang
menyiarkan terjadinya gempa di Sichuan, China. Wang Deng teringat dengan
kenangan gempa Tangshan yang dia alami. Atas ijin suaminya, akhirnya Wang Deng
mendaftarkan diri sebagai sukarelawan untuk membantu korban bencana. Hal yang
tidak dia sangka adalah, adiknya Fang Da juga melakukan hal serupa. Saat waktu
istirahat, Wang Deng dan Fang Da berada di lokasi yang berdekatan. Secara
kebetulan, Wang Deng sedang bercerita kepada salah seorang temannya tentang
gempa Tanshang tahun 1976 yang dia alami. Hal ini membuat Wang Deng sadar bahwa
dia sedang bersama adiknya.
Wang Deng memutuskan untuk bertemu ibunya sambil diantar Fang Da.
Wang Deng sempat menyesal tentang perasaannya terhadap Fang Da selama ini. Saat
Wang Deng tiba di rumah, Li Yuanni bersujud di depan Wang Deng dan meminta maaf.
Li Yuanni bertanya, mengapa selama 32 tahun Wang Deng tidak mencari atau
mengabarinya. Li Yuanni menangis dan memeluk Wang Deng. Selanjutnya, mereka
berdua berbagi cerita. Wang Deng mengatakan bahwa dia telah memiliki seorang
putri berusia 18 tahun yang sedang berkuliah bernama Dian dian. Li Yuanni kaget
bahwa kedua cucunya memiliki nama yang sama.
Esok harinya, Li Yuanni sekeluarga mengunjungi makam suaminya. Di
dekat makam itu terdapat tanda makam Wang Deng yang di depannya merupakan
rongga yang dapat dibuka. Wang Deng melihat barang-barang yang dikirimkan
ibunya selama bertahun-tahun seperti tas, peralatan sekolah, buku-buku, dsb.
Fang Da menjelaskan bahwa ibunya selalu membelikan barang yang sama untuk Fang
Da dan Wang Deng. Wang Deng akhirnya sadar, bahwa dia telah salah paham
terhadap ibunya. Wang Deng pun menangis dan meminta maaf terhadap ibunya.