Saturday 11 April 2015

Super Short Stories Based On True Stories

Kisah-kisah super pendek berikut ini berdasarkan kisah nyata sang pemilik blog dan teman2 pemilik blog

- Teh Panas di Pahanya -

Suatu hari, aku dan kekasihku berencana untuk menonton bioskop di XXI saat malam minggu. Kami berencana menonton Galaxy Guardian karena tidak ada lagi film yang lebih menarik pada periode tersebut. Saat itu, kami berangkat sedikit terlambat, dan sialnya aku merasa sedikit tidak enak badan. Aku pun memutuskan untuk membeli minuman panas di XXI sebelum masuk studio. Kebetulan saat itu filmnya sudah mulai.

Kami berdua pun langsung masuk studio dan para penonton tampak penuh dan hening. Kekasihku berjalan di depanku dan bertugas mencari rute. Aku berjalan di belakangnya dan mengikutinya sambil membawa segelas minuman super panas.

Tanpa kusangka, kekasihku yang menyebalkan tiba-tiba berbalik, rupanya dia kelewatan. Alhasil, minuman panas yang kupegang jatuh dan tumpah di paha mulus seorang cewek yang memakai rok "sangat" mini. Dia pun berteriak histeris kesakitan. Aku tercengang dan merasa amat sangat malu. Seluruh penonton yang hening dan penuh serta telah tenggelam di posisi mereka masing-masing tampak memperhatikan kami, terutama aku, yang masih berdiri di lorong tangga bagaikan seorang tersangka.

Aku pun minta maaf dan segera membereskan apa yang aku akibatkan. Tapi, sejujurnya aku sangat marah pada kekasihku. Dan yang lebih menyebalkan, dia hanya diam saja. Dan sialnya, kami ternyata duduk di sebelah cewek tersebut. Awalnya si cewek tidak menjawab permintaan maafku, tapi aku meminta maaf sekali lagi dan akhirnya dia pun sepertinya memaafkan. Betapa malunya aku saat itu. Yang sangat menyebalkan adalah kekasihku tidak berkata apa pun dan aku merasa amat sangat sebal padanya, bahkan jika aku ingat kejadian itu, aku masih sebal sama dia.

Akhirnya, kami pun menonton bersama, tapi aku tidak menikmati karena masih teringat dengan kejadian yang super memalukan di awal- awal tadi.


- Cinta Monyet yang Tersampaikan -
Sebutlah namanya Macky. Aku sudah mengagumi Macky sejak kelas 1 SMP hingga (waktu itu) kelas 3 SMP. Pertama kali aku melihatnya saat pengumuman ranking paralel sekolah. Macky adalah langganan ranking 1 paralel di sekolah. Dia juga atlet basket dan renang di SMP ku yang cukup hebat. Anaknya hitam manis, gagah, tinggi, pendiam, dan ..... sinis. Seandainya di anime, dia bertipe tsundere. Hal-hal seperti itulah yang membuat aku tertarik padanya. Saat itu, dia digosipkan dekat dengan salah seorang siswi yang sangat cantik dan pintar, katakanlah namanya Sofia. Bagiku, jika benar mereka memang jadian, maka mereka adalah pasangan yang serasi.

Saat itu, aku adalah gadis yang sangat pemalu, tidak pintar, tidak cantik dan tidak populer. Gampangnya aku tidak punya modal dan tidak sepadan dengan Macky. Sama sekali. Tiga tahun pun aku lewati hanya dengan memandangnya dari jauh dan mengaguminya diam-diam. Sungguh menyedihkan.

Hingga suatu hari, pasca hari kedua Ebtanas (UAN), aku sedang berjalan pulang. Tiba-tibasalah seorang teman dekatku, katakan namanya Sasti, menghampiriku. Dia adalah satu-satunya orang yang mengerti tentang perasaanku pada Macky selama 3 tahun. Aku pun berhenti sejenak dan mengobrol dengannya.

Sasti, "Eh gimana ebtanasmu hari ini?"
Aku, "Yah begitulah, entah bagaimana hasilnya."
Sasti, "Eh btw, aku dengar si Macky berencana mau melanjutkan ke SMU T****a lho selepas SMP."
Aku merasa kaget. Itukan SMU unggulan, dan tempatnya jauuuh sekali. Aku pun merasa sedih mendengarnya.
Aku, "Yah, kalau si Macky mah udah pasti bisa tembus lah Sas...."
Sasti, "Hmmm, orang seperti dia emang ga bisa disamain ya? Eh, kamu pernah mikir ga buat nembak dia? Dipikir2 khan kamu udah 3 tahun bokk suka sama dia sejak kelas 1 sampai sekarang."
Aku, "Ya enggaklah Sas! Gila aja kamu! Memandangnya langsung saja aku ga berani, apalagi nembak. Lagian aku ini biasa banget, surem malah, kayak gini."
Sasti, "Kalo aku sih ya, itung2 udah tahun terakhir di sekolah, apapun jawabannya, aku tembak aja. Toh kalaupun ditolak, aku udah ga ketemu lagi sama dia."
Aku, "Aku gak ingin merusak kenangan tentangnya. Takutnya, kalau ditolak, dan pastinya ditolak kali ya, aku bakalan trauma."
Sasti, "Hadeeeh kamu itu payah deh, sebenarnya kamu itu ga jelek kok, cukup menarik, hanya saja, kamu itu pemaluuuuu banget."
Aku, "Ah, tetep saja, aku ini ga sepadan dengan Macky yang super keren itu. Aku sih sebenarnya berharap, andai saja suatu hari nanti aku bisa jadi orang keren, dan Macky bisa mengenali aku."
Sasti, "Aih... jauh banget mimpimu itu lho.."

Pas kami selesai mengobrol seperti itu, tiba-tiba sebuah suara kursi berderak terdengar dari balik tembok. Kebetulan, semeter dari situ ada kaca nako, jadi suara kursi berderak itu terdengar cukup jelas di telinga kami. Kami kaget, benar-benar kaget, tidak menyangka karena sebelumnya kami mengira di ruangan kelas tersebut sudah kosong. Dan, sebuah kejutan besar datang. Seseorang yang menyebabkan suara kursi berderak itu keluar dari pintu kelas tersebut. Dia tidak lain dan tidak bukan adalah Macky!

Aku dan Sasti tercengang tidak berdaya. Tidak terkatakan betapa malunya aku saat itu. Macky keluar kelas dengan sikap cueknya, namun tiba2 ekor matanya menatapku. Mungkin dia penasaran dengan orang yang membicarakannya sejak tadi. Tiba-tiba saja dengan tololnya, aku melangkah pergi, tampak sangat kelihatan jika aku gugup dan tidak berpengalaman menghadapi permasalah seperti ini.
Aku pun meninggalkan Sasti dan Macky dalam kondisi ackward saat itu. Dan itulah terakhir kali aku melihatnya.

Lima belas tahun kemudian. Aku dalam kondisi yang sesuai harapan dan cita-citaku, lebih dari berkecukupan. Aku mendapatkan pekerjaan impianku. Aku berdomisili di tempat yang sangat aku inginkan. Aku sudah menikah dengan seseorang, yang ternyata dulunya adalah mantan pacar Sofia, gadis yang dulu pernah digosipkan dengan Macky saat SMP. Aku sudah punya anak yang lucu dan aku bahagia. Aku bukanlah upik abu seperti dulu dan bukan wanita pemalu. Aku sudah berubah 180 derajat.

Suatu hari, aku ditelepon oleh seseorang. Dan aku kaget. Dia adalah Sasti, teman SMP ku. Saking lamanya kami tidak berkontak ria, aku sampai harus merecall kembali ingatanku tentang Sasti. Lalu kami pun saling menanyakan kabar dan.... muncullah satu topik yang mendebarkan dadaku.

Sasti bercerita tentang Macky. Dia menjadi dokter. Dokter yang sangat berhasil. Wow. Dia sudah menikah sekarang. Dengan adik Sasti.....

.... Aku sempat terdiam, bingung apa aku harus tertawa, karena dunia ini sangat aneh. Tapi itu cerita manis yang amat sangat lama. Jadi aku ketawa aja. Lalu Sasti pun bercerita, bahwa dia pernah menceritakan perihal diriku kepada Macky, adik iparnya sekarang. Satu hal membuatku kaget. Ternyata, di balik sikap dingin dan cuek Macky yang luar biasa itu, dia sangat tersentuh dengan perasaanku. Sasti rupanya sempat bercerita bahwa aku mengaguminya selama 3 tahun... Hehh dasar. Dan sepanjang telepon itu, aku hanya menggelengkan kepala sambil tanpa sengaja, sosok Macky saat SMP terlintas di pikiranku.


- Brownies -
Dia yatim piatu, miskin, dengan  wajah memelas. Katakanlah namanya Eho. Rumornya, baunya tidak enak jika didekati. Barangkali karena Eho tidak memiliki seragam ganti. Aku tidak mau membuktikannya karena aku kasihan padanya, lagian aku tidak pernah berbicara dengannya. Teman-temanku sekelas banyak yang mengabaikannya karena dia sangat pendiam dan duduk di pojokan.

Pembawaanku memang serius. Dan aku malu untuk menunjukkan perhatianku pada seseorang. Meski demikian, rasa kasihanku pada Eho membuatku bergerak.

Karena aku tidak pernah berbicara dengannya, dan karena aku cukup pemalu untuk memulai, aku hanya bisa melakukan satu hal untuknya: Memberinya sarapan! 

Jadi sejak hari itu, dimulailah aksiku. Aku menyelipkan brownies kesukaanku di mejanya. Tentu saja aku melakukannya saat aku yakin tidak ada orang yang melihat. Begitulah yang aku lakukan selama satu tahun penuh. yah kadang-kadang bukan brownies sih, tergantung apa yang kubeli hari itu, dan kebetulan aku suka jajan meskipun aku kurus.

Saat kelas 2, aku sekelas lagi dengan Eho. Lagi-lagi aku melakukan hal yang sama. Dan lagi-lagi, sikap dinginku tidak pernah berhasil membuatku akrab dengan Eho, meskipun sekarang kami kadang-kadang bicara. Tidak ada seorang pun yang menyadari tindakanku dan Eho juga nampak normal2 saja, dan diam2 saja.

Saat kelas 2 itu, aku menyadari sesuatu yang tidak kusadari saat kelas 1. Eho ternyata cerdas sekali. Dia masuk 10 besar! Dan di balik sifat pendiamnya itu, dia menyimpan banyak kelebihan. Dia selalu ke mushala setiap istirahat pertama. Rupanya shalat duha. Lambat laun hal ini menyadarkanku, aku pun akhirnya ikut2an shalat duha meskipun bolong2.

Saat kelas 3, sekali lagi, kami sekelas. Dan lagi aku melakukan hal yang sama. Dan lagi2 aku tetap tidak banyak bicara dengannya. Anehnya, 3 tahun aku melakukan hal itu, tidak pernah terbongkar sedikit pun. Aku pun lega.

Lalu kami lulus SMU. Secara mengejutkan, Eho ranking 3 di seluruh kelas. Wah, aku disalipnya sama dia. Dalam hati kecilku, aku bersyukur masih ada hal yang membuat Eho bisa terlihat.

Aku melanjutkan kuliah di sebuah universitas yang cukup bagus. Sedangkan Eho? Aku tidak tahu. Barangkali dia putus sekolah. Aku ingin mencari tahu, tapi aku merasa tindakanku berlebihan dan akan memancing teman2ku berspekulasi yang aneh-aneh.

Dua belas tahun kemudian, aku berada di sebuah Pulau X dan aku telah bekerja di sebuah perusahaan yang bagus. Untuk usia 29 tahun, aku bisa dikatakan sangat mapan. Saat itu, aku sudah memiliki 1 orang puteri berusia 1,5 tahun, namun istriku baru saja meninggal karena bersalin.

Dua tahun sudah aku ditinggal istriku. Dan aku memutuskan untuk masih menduda, karena aku masih belum bisa move on.

Suatu hari, puteriku yang lucu sakit. Sebenarnya aku merasa cemas, namun aku menguasai diriku untuk tidak panik. Aku pun membawa puteriku berobat ke dokter anak langganan kami. Rupanya dokter langganan kami sedang berada di luar kota, namun digantikan oleh dokter lainnya. Aku masih belum tahu siapa dokter tersebut.

Saat nama anakku dipanggil, aku membopong anakku ke dalam. Dan.... seorang dokter cantik dan putih duduk sambil memandang kami dengan tatapan kaget. Awalnya aku tidak "ngeh" karena pikiranku sedang kalut memikirkan puteriku. Aku menyerahkan puteriku kepada suster dan dokter cantik tersebut segera bertanya keluhan2 kepadaku. Dia dengan sigap segera menangani puteriku. Aku saat itu tetap tidak ngeh dan berfokus pada puteriku.

Anehnya, perasaanku tenang saat dokter menanganinya. Seperti ada secercah harapan.

Ternyata, anakku didiagnosa terkena flu singapura dan dokter tersebut berkata bahwa aku tidak perlu cemas. Aku membatin, bagaimana dokter itu bisa tahu jika aku sedang cemas? Hingga dokter itu pun lalu berkata.

"Meskipun anda terlihat tenang, anda selalu menggosok leher jika panik." Dokter itu berkata sambil tersenyum.

Aku pun kaget dan menatapnya. "Dokter kok tahu?"

"Iyalah, saya teman anda di SMU Pak MM. Masih ingat? Anda selalu memberi saya snack tiap hari, seringnya brownies. Saya masih ingat, rasanya enak."

Eho????? Dan, sedetik kemudian aku memperhatikan garis wajah dokter itu. Ya ampun! Itu Eho! Ya, tidak salah lagi! Dia benar2 berubah 180 derajat!

"Eho??"

Dokter itu tersenyum. "Aku belum sempat mengucapkan terimakasih waktu itu. Tiga tahun kau memberiku snack yang tidak akan pernah bisa kubeli saat itu."

"Ah Eho hahaha... " Kami tertawa, tidak bisa bicara apa-apa. Selepas mengobrol singkat sebentar, aku menggendong anakku lagi. Eho menolak untuk dibayar bahkan untuk obat anakku karena menurutnya apa yang aku lakukan di masa lalu tidak akan pernah bisa dibayar olehnya. Aku bilang bahwa biaya ini ditanggung perusahaan, baru kemudian dia mau.

Enam bulan kemudian, aku dan Eho menikah. Lucu memang. Tapi ya, aku menikah dengannya. Eho benar-benar cantik sekarang dan seorang dokter anak yang baik. Aku sampai tidak percaya dia adalah Eho yang dulu, teman SMU ku yang kucel dan selalu duduk di pojokan kelas. Eho menjadi ibu dari puteriku dengan istriku sebelumnya dan dia adalah ibu yang luar biasa. Dia sangat menyayangi puteriku.

Eho akhirnya bercerita, bahwa dia ternyata menyadari kelakuanku sejak kelas 1, tapi dia diam saja karena dia merasa senang ada yang memperhatikannya di kelas, meskipun dia tahu aku hanya kasihan padanya. Eho berkata bahwa semenjak itu, dia suka padaku dan berusaha untuk membuatku melihatnya. Namun, karena dulu dia sangat pemalu dan merasa minder, dia hanya bisa melakukannya lewat prestasinya. dan memang, akhirnya aku memperhatikannya karena dia meraih ranking 3 di akhir SMU.


- Mengejar Si Gondrong -
Tingginya sedang saja, kulitnya kecokelatan, wajahnya manis sekali dan sedikit bercambang, rambutnya??? Gondrong! Hmmm... tapi siapa sangka di balik penampilannya yang sok preman, dia adalah Mawapres (Mahasiswa Berprestasi) yang sangat jago bahasa inggris. Tak heran, dia sudah menginspirasiku sejak awal. Bisa dikatakan, aku cukup terobsesi dengannya. Namanya sebut saja, Randall.

Lalu, karena dia adalah seniorku, dia lulus lebih dulu. Aku tidak kenal dengannya karena dia mahasiswa yang cukup populer. Sedangkan aku hanya mahasiswa biasa-biasa saja. Kudengar, dia diterima bekerja di salah satu perusahaan multinasional yang sangat keren. Saat itu, aku tidak kepikiran dengan perusahaan "sebesar" itu.

Hari-hari berlalu, dan aku masih sedih karena tidak bisa lagi merasakan aura kehadirannya. Aku hanya bisa melihat perkembangan mas gondrong dari sosmednya, waktu itu sudah muncul fs dan fb. Dia berdomisili di Pulau Y, setelah pulang dari luar negeri. Lalu sebuah pikiran gila menerobos otakku. Aku segera mengambil sepeda ku dan menuju sebuah tempat di kampusku. Dan benar saja, sebuah papan pengumuman lowongan kerja tertera. Ada nama perusahaan tempat Randall bekerja. Katakanlah  nama perusahaannya Viscar. Dan aku bertekad saat itu, aku akan bekerja di Viscar!

Jadi dimulailah hari-hariku sejak itu. Aku payah dalam bahasa inggris, jadi aku mulai belajar bahasa inggris. Aku ikut klub speaking yang terkenal eksklusif, karena hanya dihuni oleh anak2 yang notabene ngomongnya udah ekspert banget. Aku pun bersama dengan teman2ku seperti orang salah alamat, memasuki klub tersebut. Alhasil, teman2ku kapok dan ga mau balik lagi setelah hari pertama yang sangat memalukan. Anehnya, ada sebuah perasaan aneh dalam diriku, aku hanya ingin terus. Aku merasa selama ini aku tidak pernah menginginkan sesuatu sekeras ini, jadi saat ini aku harus maju dan terus berjuang. Akhirnya aku pun pantang mundur dan terus mengikuti klub, meskipun awalnya aku selalu mempermalukan diriku sendiri.

Tiap hari, aku berusaha mengasah kemampuanku yang lain. Aku belajar banyak hal, mulai dari cara berbicara, cara memimpin, belajar bahasa inggris, dsb, karena bayangan mas gondrong selalu ada di kepalaku.

Akhirnya tiba juga saat di mana Viscar mulai menggelar rekruitmen. Aku belum lulus saat itu tapi aku nyelip aja, pengen tahu kayak apa sih tes nya Viscar. Ternyata cukup brutal. Jadi ada hampir 1000 orang mahasiswa yang berkumpul di aula dan ikut tes terbuka. Setelah tes tersebut, aku gagal di putaran pertama. Lagi2 bahasa inggris. Aku gak pantang menyerah. Aku terus belajar.

Akhirnya, beberapa lama kemudian, aku lulus. Aku sengaja tidak melamar ke banyak tempat, karena aku menunggu info Viscar. Ternyata, tahun itu, tidak ada Viscar yang menggelar recruitment di kampusku. Aku coba di website Viscar dan nekat mengirim cv ku. Tetap saja, tidak ada jawaban. Akhirnya, aku keburu diterima di sebuah perusahaan di ibu kota.

Dengan perasaan kecewa, aku akhirnya menerima pekerjaan tersebut dan berharap bisa mencoba Viscar suatu saat nanti. Kehidupanku di perusahaan baru tidak begitu cocok denganku. Tapi aku tetap go on saja. Aku terus mencari2 info tentang Viscar. Aku sudah tidak se-idealis sebelumnya, aku juga mulai mencari info tentang perusahaan lain, katakanlah namanya Altex. Altex merupakan perusahaan besar yang hampir sejenis dengan Viscar, namun tidak ada mas gondrong di situ.

Setelah hampir setahun ga ada info, muncullah info tentang recruitment Viscar, tapi sayang, tempatnya jauuuuhhh sekali. Aku merasa jantungku copot. Anehnya, bayangan mas gondrong berkelebat terus di kepalaku. Aku deg-degan. Aku lalu membuka fb mas gondrong (karena fs udah mati) dan berkata pada diriku sendiri "Mas Randall, tunggullah aku di Pulau Y!".

Hari itu aku nekat, membolos setengah hari dengan resiko kena SP. Tapi, tekadku untuk keluar dari perusahaan "menyiksa" ini dan tekad untuk mengejar mas gondrong lebih kuat dari pada rasa takutku. Aku pun langsung menyewa ojek menuju ibu kota dan habis 100rb rupiah. Tukang ojeknya ngebut sengebut ngebutnya.

Sampai sana..... aku telat!

Sedih tak berhingga, aku merasa semakin jauh dari mas gondrong dan merasa akan terjebak selamanya di perusahaan "sial" ini. Lalu, sebuah telepon berdering. Aku mendapat panggilan untuk mengikuti tes Altex. Namun, lokasinya lebih jauh lagi. Aku harus berangkat ke ujung pulau jawa, di dekat kampusku. Lalu berangkatlah diriku di hari kerja.

Nekat! Ya Nekat! Aku alasan sakit. Aku mempertaruhkan tabunganku yang tidak seberapa untuk biaya transportasi PP. Begitu aku menginjakkan kakiku di Kota X, aku merasa BEBAS! Aku benar-benar tersiksa bekerja di perusahaanku sekarang dan aku merasa hidup lagi. Aku pun langsung ikut menginap di kosku yang dulu dan ketemu dengan para juniorku. Aku merasa bahagia dan nostalgia banget.

Akhirnya aku ikut tes. Tapi aku tidak tahu apa aku diterima. Aku tidak yakin. Satu hal yang membuatku semangat adalah, Altex memiliki cabang di mana-mana, dan salah satu cabang besarnya adalah di Pulau Y tempat mas gondrong berada! Makanya aku semangat! dan Altex merupakan jenis perusahaan yang memiliki tipe hampir sama dengan Viscar. Aku tambah semangat lagi.

Lalu aku kembali ke perusahaanku yang dulu untuk menunggu pengumuman. Sampai di sana, pas aku masuk kerja, aku dimarahi oleh bosku karena tidak masuk dengan alasan yang tidak kuat. Aku diam saja. Aku memang salah, tapi hatiku sepenuhnya sudah tidak di sana. Jadi apa boleh buat.

Sebulan, dua bulan, tiga bulan, ga ada berita. Aku mulai hopeless. Apa segitu tidak mutunya aku ya? Lalu dengan tekad yang kuhidupkan lagi, aku coba buka lowongan Viscar. Dan next recruitment nya adalah di Kota Bandung. Alhamdulillah, ga segitu jauh.

Lalu, sore harinya, muncullah sebuah surat. Dari Altex.

Aku diterima di Altex!!! Huwaaaa!!! Aku seneng banget!!! Aku diterima di Altex!!

Satu jam kemudian, orang Altex telepon. Aku ditawari sebuah posisi yang sangat aku idamkan dan salary yang melebihi harapanku. Akhirnya, kami deal!

Singkat cerita, aku resign. Dan aku senang sekali. Lalu aku mulai ke tempat training Altex. Aku dan teman2ku seangkatan ditanyain sama pembimbingku untuk lokasi penempatan yang kuharapkan. Aku mengucap Pulau Y tanpa ragu.

Lalu tibalah pengumuman. Teman2ku ditempatkan di lokasi2 yang tidak sesuai harapan mereka, aku pun cemas. Cemas sekali! Aku ingin setidaknya satu pulau dengan Mas Randall. Namun.... aku mendapatkan lokasi di Pulau Y! Alhamdulillahh...... aku sujud syukur sampai mau nangis rasanya. "Mas Randall tunggu aku..."

Singkat cerita lagi nih, aku ditempatkan di Pulau Y. Aku tidak sabar untuk langsung membuka sos med. Ternyata.... sebuah status dari Mas Randall menghancurkan hatiku. Sekali lagi. Mas Randall sekarang berdomisili di luar negeri......


6 tahun berlalu. Seiring waktu, aku sudah mulai tenggelam dengan pekerjaanku di Altex. Aku puas bekerja di sini. Dan seiring waktu juga aku sudah mulai melupakan Mas Randall. Cinta pertamaku. Aku sudah tidak pernah membuka fb nya lagi, karena dia sudah jarang update, bahkan hampir tidak pernah, mungkin karena kesibukan. Terakhir aku membukanya 3 tahun yang lalu. Dia sudah menikah dan memiliki 2 anak perempuan yang lucu. Dia sudah kembali ke Pulau Y. Meski demikian, hingga hari ini aku tidak pernah bertemu dengannya.

Hingga suatu hari, penyakitku kambuh. Aku berlari sendiran ke RS internasional di Pulau Y. Rasa sakit yang luar biasa memaksaku untuk langsung menerobos ruang dokter. Staff RS cukup hafal dan memahami keadaanku sehingga mereka langsung mengijinkan aku menemui dokter. Saat aku berlari dan merasa mual bukan main, aku menabrak seorang pria. Pria itu cukup tegap dan beraroma maskulin yang menyegarkan. Aku kaget dan langsung mendongak sambil menutup mulutku karena aku mau muntah. Dan dia adalah...... Ya! Randall!

Aku mau pingsan rasanya. Mataku mendelik sambil menahan muntah yang sudah naik ke tenggorokan. Mas Randall tampak putih, terawat, ganteng bangettt, dan rambutnya sudah dipotong rapi. Dia minta maaf dan menanyakan keadaanku. Aku rasanya mau nangis. Namun, rasa sakit luar biasa dan rasa mual yang menggila, membuatku hanya mengangguk dan aku langsung kabur karena aku tidak mau memuntahinya. Aku ke toilet dengan perasaan berkecamuk.

Aku mengeluarkan semua isi perutku. Organ tubuhku menggila karena penyakit kronis ini. Kepalaku mau pecah rasanya. Dengan terhuyung aku menuju ke ruang dokter spesialisku. Saat kembali ke tempat di mana aku akhirnya bisa melihat Randall lagi setelah sekian lama, aku rasanya pengen nangis, namun aku tidak mau dianggap gila, sehingga aku menahan diriku sekuat tenaga. Randall sudah tidak ada. Aku mengingatkan diriku bahwa aku tidak boleh terjebak romansa lagi. Dia sudah milik orang sekarang.

Dan begitulah akhirnya, satu2nya kesempatanku bicara dengan Randall adalah saat aku mau muntah. Aku hanya tertawa saat mengingat itu.

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.